Sabtu, 25 Desember 2010

Menimpan Data Agar Aman

ABSTRAK


PANUSUNAN, S.PD. Pembelajaran Kalimat dengan Pendekatan Komunikatif dan Struktural Siswa Kelas IX SMP Negeri 39 Medan Tahun Pelajaran 2006/2007 Semester V (Ganjil).

Pembelajaran kalimat yang menekankan pada pengetahuan kebahasaan sering dan bahkan selalu muncul tanpa disadari oleh guru dalam mengajar di kelas. Hal semacam ini tidak atau kurang sesuai dengan tujuan pembelajaran bahasa yaitu terampil berbahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Banyak faktoryang mempengaruhi hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar, antara lain faktor guru, bahan ajar, dan pendekatan yang diterapkan guru. Guru harus memilki pengetahuan dan keterampilan terhadap bidang yang digelutinya dan dapat memilih pendekatan yang sesuai dengan materi yang diajarkan di kelas.
Pendekatan yang menempatkan siswa sebagai subjek dalam proses belajar mengajar adalah dengan pendekatan komunikatif. Sedangkan pendekatan struktural lebih menekankan siswa sebagai objek yang siap menerima apa saja yang diberikan guru. Dalam hal ini, peneliti ingin menggambarkan pengaruh dari kedua pendekatan ini terhadap hasil belajar membuat kalimat oleh siswa kelas IX SMP Negeri 39 Medan, dan pendekatan yang lebih efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran dinyatakan sebagai pendekatan yang lebih sesuai.
Penelitian ini menggunakan metode eksprimen. Alat pengumpul data digunakan tes uraian berjumlah lima (5) soal. Pengujian hipotesis digunakan statistik uji ”t” dengan rumus sebagai berikut :
t¬ o =
Setelah perlakuan diberikan kemudian dilaksanakan pos tes. Berdasarkan nilai mean kedua keompok ada perbedaan dalam pembelajaran kalimat antara pendekatan komunikatif dan struktural siswa Kelas IX SMP Negeri 39 Medan Tahun Pelajaran 2006/2007 Semester V (Ganjil) pada taraf signifikansi 0,05 dengan interval 95%, nilai to sebesar 4,448.
KATA PENGANTAR

Keberhasilan dan kegagalan merupakan dua hal akhir dari sebuah ikhtiar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis ini. Karya Tulis ini berjudul PEMBELAJARAN KALIMAT DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF DAN STRUKTURAL SISWA KELAS IX SMP NEGERI 39 MEDAN TAHUN PELAJARAN 2006/2007 SEMESTER V (GANJIL).
Penulis mengucapkan terimakasih kepada piha yang telah membantu dalam penyelesaian kayra tulis ini. Ucapan terima kasihitu ditujukan kepada :
1. Dra. Aidar Uzir, MM. selaku Kepala SMP Negeri 39 Medan yang selalu memberi kesempatan luas dan memberi motivasi dalam setiap usaha untuk kemajuan dan keberhasilan.
2. Dra. Rahmawati Nasution sebagai istri setia mendampingi dan membantu dalam setiap rutinitas di rumah dan pekerjaan kantor (sekolah).
3. Guru-guru SMP Negeri 39 Medan sebagai rekan sejawat yang dengan hati tulus dan ikhlas setiap diajak bekerja sama dalam penyelesaian tugas-tugas kedinasan.
4. Semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan yang tidak terhingga nilainya.
Penulis menyadari, bahwa karya tulis ini mempunyai kelemahan dan kekurangan, untuk itu penulis memohon kritik dan saran guna perbaikan di masa-masa yang akan datang. Akhirnya, semoga karya tulis ini bermanfaat untuk para guru dan kita semua.

Medan, Juli 2007
Penulis,


PANUSUNAN, S.PD.
NIP 132 123 900
DAFTAR ISI

halaman
ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL


BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian

BAB II. KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kerangka Teoretis
1. Pengajaran
2. Kalimat
3. Pendekatan Pengajaran
4. Pendekatan Komunikatif
a. Pengertian
b. Ciri-ciri Pendekatan Komunikatif
c. Prinsip Pendekatan Komunikatif
d. Prosedur Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Pendekatan komunikatif
5. Pendekatan Struktural
a. Pengertian
b. Prosedur Pembelajaran Bahasa dengan Pendekatan Struktural

B. Kerangka Konseptual
C. Pengajuan Hipotesis

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
B. Lokasi Penelitian
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
2. Sampel
D. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
E. Teknik Analisis Data
F. Instrumen Penelitian

BAB IV. PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Penyajian Data
2. Anaisis Hasil Penelitian
3. Perbedaan Kemampuan Membuat Kalimat Siswa yang Diajar dengan Pendekatan Komunikatif dan Struktural
B. Pengujian Hipotesis
C. TemuanPenelitian
D. Diskusi
E. Rangkuman Sementara

BAB V. KESIMPULAN DANSARAN
A. Kesimpulan
B. Saran-saran

DAFTAR PUSTAKA






























DAFTAR TABEL

Tabel halaman

I. Data Kemampuan Membuat Kalimat Siswa yang Diajar dengan Pendekatan Komunkatif

II. Data Kemampuan Membuat Kalimat Siswa yang Diajar dengan Pendekatan Struktural

III. Persiapan Perhitungan Mean Variabel A

IV. Persiapan Perhitungan Mean Variabel B

V. Perhitungan Deviasi Skor Variabel A

VI. Perhitungan Deviasi Skor Variabel B

VII. Nilai Observasi Kemampuan Membuat Kalimat Siswa yang Diajar dengan Pendekatan Komunikatif dan Pendekatan Struktural




























BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah bertujuan agar siswa terampil berbahasa dalam menyampaikan pikiran, perasaan, pendapat, pengetahuan, dan dapat memahami bahasa orang lain. Tujuan seperti ini berlaku bagi setiapjenjang pendidikan untuk menerima dan menyampaikan informasi.
Informasi yangingindisampaikan dapatdipahami orang lain apabila si penyampai informasi memiliki keterampilan dan menguasai kaidah kebahasaan. Dengan demikian, penyampaian informasi itu akan berjalan lancar dan mudah dipahami orang lain.
Pemakai bahasa harus taat pada kaidah, misalnya berupa diksi, frasa, tanda baca, dan lain-lain. Di samping itu juga harus diperhatikan lawan bicara, tempat, topik pembicaraan, dan lain-lain. Hal ini penting karena tanpa memperhatikannya, maka pesan yang disampaikan tidak berjalan lancar. Lubis (1991 : 21) mengatakan :
Kemampuan berkomunikasi dengan bahasa dan bagian-bagiannya selalu dikaitkan dengan faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi. Faktor- faktor penentu dalam berkomunikasi adalah siapa, untuk tujuan apa, dalam situasi apa (tempat dan waktu) dalam konteks apa (peserta lain, kebudayaan, dan suasana) dengan jalur apa (tatap muka, telepon, kawat, denga koran, dsb) dalam peristiwa apa (bercakap-cakap, ceramah, upacara, laporan, lamaran kerja, pernyataan cinta, dsb).

Pembelajaran bahasa Indonesia belum dapat memberi kepuasan kepada semua pihak. Banyak lulusan SMP dan SMA/SMK dan sederajat tidak terampil berbahasa. Salah satu penyebabnya adalah pemilihan pendekatan guru salah dalam proses pembelajaran. Pendekatan yang diterapkan lebih cenderung penekanannya kepada aspek kebahasaan, bukan keterampilan berbahasa.
Keadaan di atas harus mendapat perhatian serius para guru. Pembelajaran harus bermuara pada keterampilan berbahasa, sebagaimana dikemukakan oleh Parera (1996 : 36-37) berikut ini :
Pengajaran kebahasaan mengacu kepada pembelajaran bahasa yang intinya berprinsip ”Ajarkanlah bahasa dan bukan tentang bahasa” Ini berarti komponen kebahasaan walaupun menjadi dasar dan sangat penting tidak merupakan tujuan pembelajaran bahasa, yakni memahami dan menggunakan bahasa bagi tujuan dan keperluan-keperluan tersebut.
Pendapat Parera di atas mengisyaratkan kepada guru, bahwa dalam pembelajaran bahasa yang dipentingkan adalah keterampilan, bukan kebahasaan. Oleh karena itu, di sinilah pentingnya menggunakan pendekatan yang tepat untuk mendukung pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia ini mengharuskan siswa menghapal dan menghapal berbagai macam kaidah dan istilah bahasa. Para siswa belajar tentang pengertian dan unsur-unsur pembentuk kalimat tanpa pemahaman tentang apa yang sudah dipelajarinya. Keadaan semacam ini akan menyebabkan pembelajaran bahasa Indonesia kurang menyenangkan dan kurang diminati siswa. Akibatnya siswa tersebut kurang memperhatikan fungsi dan keberadaan bahasa sebagai alat komunikasi dalam kehidupan, baik komunikasi secara lisan dan tulis. Badudu (1998 : 104) mengatakan :
Pada umumnya, guru lebih banyak berbicara, menyuapkan bermacam-macam teori bahasa dan sastra yang harus diketahui dan dihapalkan oleh murid. Kaidah-kaidah bahasa diajarkan, diurutkan, lalu murid-murid harus menghapalkan semua yang diajarkan itu. Seharusnya guru memberikan pengertian yang mantap tentang aturan-aturan itu agar murid-murid benar-benar dapat memahaminya, kemudian menerapkannnya dalam penggunaan bahasa secara tepat, baik lisan (waktu bercakap-cakap) maupun tulisan (waktu menyusun karangan).

Melihat tujuan pembelajaran bahasa Indonesia seperti di atas, seorang siswa SMP kelas IX seharusnya sudah dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan. Namun kenyataan yang penulis jumpai di lapangan, bahwa harapan itu masih belum tercapai. Masalah ini penulis jumpai di SMP Negeri 39 Medan sebagai tempat bertugas selaku seorang guru. Banyak siswa yang tidak dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya dalam bentuk kalimat tertulis atau lisan.
Berdasarkan hal yang sudah diuraiakan pada bahagian terdahulu merupakan latar belakang penulis melaksanakan penelitian. Penulis ingin mengetahui hasil pembelajaran dengan menggunakan pendekatan komunikatif dan struktural.
B. Identifikasi Masalah
Suatu masalah yang dipilih dalam penelitian akan menimbulkan berbagai masalah yang berhubungan dengan yang akan diteliti. Dalam penelitian perlu adanya identifikasi masalah agar penelitian itu terarah. Sejalan dengan itu Muhammad Ali (1985 : 36) mengatakan :
Untuk kepentingan karya ilmiah, suatu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa penelitian sedapat mungkin diusahakan tidak terlalu luas. Masalah yang luas akan menghasilkan analisis yang sempit; sebaliknya bila ruang lingkup masalah dipersempit, dapat diharapkan analisis secara luas dan mendalam.
Permasalahan pembelajaran kalimat berkaitan dengan pendekatan pembelajaran yang dipilih dan dilakukan oleh guru di dalam kelas. Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Pendekatan dalam pembelajarn kalimat yang dilakukan selama ini tidak sebaik yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran.
2. Pembelajaran kalimat dengan pendekatan komunikatif dalam penelitian ini adalah eksprimen, sehingga hal ini masih merupakan masalah dalam hubungannya dengan pembelajaran kaimat.
3. Kekurangmampuan guru dalam memilih pendekatan pembelajaran kalimat.
4. Penguasaan siswa terhadap kalimat masih minim atau rendah.


C. Pembatasan Masalah
Kajian tentang pembelajaran kalimat dan banyaknya pendekatan yang bermunculan dalam pembelajaran masih merupakan masalah yang luas. Untuk menghindari penggarapan yang terlalu luas, maka permasalahan penelitian dipersempit atau dibatasi. Hal ini memungkinkan permasalahan dibahas secara tuntas. Keraf (1993 : 112) mengatakan :
Pembatasan dan penyempitan topik akan memungkinkan penulis mengadakan penelitian yang lebih intensif mengenai masalah. Dengan pembatasan itu penulis lebih mudah memilih hal-hal yang mudah dikembangkan nantinya.
Sejalan dengan Keraf, Suharsimi (1990 : 18) mengatakan, ” Batasan masalah merupakan sejumlah masalah yang merupakan pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui penelitian.”
Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah yang difokuskan pada penggunaan pendekatan komunikatif dan struktural dalam pembelajaran kalimat.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai rumusan masalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil pembelajaran kalimat dengan pendekatan komunikatif?
2. Bagaimana hasil pembelajaran kalimat dengan pendekatan struktural?
3. Apakah ada perbedaan hasil pembelajaran kalimat dengan menggunakan pendekatan komunikatif dan struktural ?

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk, sebagai berikut :
1. Mengetahui hasil pembelajaran kalimat yang menggunakan pendekatan komunikatif pada siswa kelas IX SMP Negeri 39 Medan Tahun Pelajaran 2006-2007.
2. Mengetahui hasil pembelajaran kalimat yang menggunakan pendekatan struktural pada siswa kelas IX SMP Negeri 39 Medan Tahun Pelajaran 2006-2007.
3. Mengetahui pendekatan pembelajaran yang lebih sesuai dalam pembelajaran kalimat pada siswa kelas IX SMP Negeri 39 Medan Tahun Pelajaran 2006-2007.

F. Manfaat Penelitian
Temuan penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti atau penulis, lebaga pendidikan dan para guru bahasa Indonesia. Manfaat yang diharapkan itu adalah :
1. Secara Teoretis
a. Sebagai bahan pertimbangan dalam pembelajaran bahasa, khususnya kalimat di sekolah
b. Sebagai bahan masukan bagi para guru bahasa Indonesia dalam pembelajaran bahasa Indonesia
2. Secara Praktis
a. Menjadi pegangan dalam menggunakan pendekatan komunikatif dan struktural dalam pembelajaran kalimat
b. Menjadi bahan bandingan bagi perencana kurikulum dalam upaya pengembangan model dan pendekatan pembelajaran
c. Menjadi bahan bandingan bagi para guru bahasa Indonesia dalam pembelajaran kalimat































BAB II
KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kerangka Teoretis
Kerangka teoretis merupakan rancangan teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Pendapat atau teori yang relavan itu akan dijadikan acuan dalam mengkaji masalah yang akan diteliti. Hal seperti ini merupakan hasil pengetahuan yang diperoleh dari sumber-sumber yang berhubungan dengan pembelajaran kalimat dalam pendekatan komunikatif dan pendekatan struktural.

1. Pembelajaran
Kata pembelajaran penulis samakan pengertiannya dengan kata pengajaran. Pembelajaran lebih operasional dan berfokus kepada siswa sebagai subjek bukan sebagai objek belajar sebagaimana tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dipakai sekarang ini.
Pengajaran dalam KBBI (1998 : 13) adalah “Proses perbuatan cara mengajar atau mengajarkan.” Hal sama dikemukakan oleh Akhaidah (1992 : 1) mengatakan : “Pengajaran merupakan proses perubahan perilaku siswa dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak terampil menjadi terampil.” Selanjutnya Yunus (1990 : 39) mengatakan : “Pengajaran adalah meletakkan tiap-tiap mata pelajaran di tempat yang sewajarnya sehinga dapat dididik tiap-tiap murid dengan pendidikan yang sesuai bakat dan alam sekitarnya.”
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa pembelajaran merupakan proses pembelajaran tiap-tiap mata pelajaran yang dapat mengubah perilaku siswa dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mampu menjadi mampu dan dari tidak terampil menjadi terampil sehinga siswa dapat diarahkan kepada suatu tujuan pengajaran yang diharapkan.



2. Kalimat
Kalimat adalah bahagian dari bahan pembelajaran bahasa Indonesia tentang struktur. Batasan atau pengertian kalimat banyak dikemukakan oleh pakar bahasa. Kridalaksana (1982 : 71) mengatakan :
Kalimat adalah 1. Satuan bahasa yang secara relatif sendiri, mempunyai pola intonasi final secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa. 2. Klausa bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan, satuan proposisi merupakan gabungan klausa atau merupakan satu klausa yang membentuk satu kesatuan yang bebas; jawaban minimal, seruan, salam, dan sebagainya, 3. Konstruksi gramatikal yang terdiri dar atas satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola yang tertentu, dan dapat berdiri sendiri sebagai satu kesatuan.
Selanjutnya Fokker (1983 : 11) mengatakan , “Kalimat ialah ucapan bahasa yang mempunyai arti penuh dan batas keseluruhannya ditentukan oleh turunnya suara.” Sejalan dengan ini Ramlan (1982 : 86) mengatakan, “Kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oeh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.”
Berikutnya Moeliono (1988 : 254) memberikan batasan kalimat sebagai berikut:
Kalimat adalah bagian terkecil yang utuh secara ketatabahasaan. Dalam wujud lisan, kalimat diiringi oleh alunan titi nada, disertai oleh jeda, diakhiri oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, dan sementara disertakan pula di dalamnya berbagai tanda baca yang berupa spasi atau ruang kosong, koma, titik koma dan atau sepasang garis pendek yang mengapit bentuk tertentu. ………………………………………………………………………

Berdasarkan beberapa pendapat ahli bahasa di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa kalimat adalah bagian ujaran yang didahului dan diikuti kesenyapan yang dibubuhi tanda baca untuk kalimat tertulis dan intonasi untuk kalimat lisan (ucapan).
Contoh : - Kami tidak dapat menghadiri pesta itu.
- Letakkan buku itu di atas meja belajar!
- Apakah kamu membutuhkan buku, pensil, penggaris dan tas ini?
3. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran adalah suatu usaha untuk menciptakan suasana kondusif yang diperlukan untuk mendukung proses pemindahan suatu ilmu pengetahuan. Gegne (dalam Nasution, 1987 : 6) mengatakan, “Pendekatan pengajaran merupakan serangkaian peristiwa yang mempengaruhi siswa, sehingga terjadi proses belajar.” Peristiwa-peristiwa itu mempengaruhi siswa karena berupa intraksi antara siswa dan lingkungan belajar yang biasanya diatur oleh pengajar dengan tujuan mencapai sasaran pengajaran yang dimaksud. Dengan demikian, terdapat peristiwa yang direncanakan oleh guru untuk mengaktifkan dan mendorong siswa agar belajar dengan baik.
Tarigan (1989 : 6) mengatakan : “Pendekatan pengajaran merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam peroses belajar.” Menggunakan pendekatan yang tepat dalam proses belajar mengajar pada dasarnya dapat meningkatkan hasil pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sebelunya. Jika pendekatan itu kurang sesuai dengan tujuan pembelajaran maka akan terjadi ketidaksesuaian dalam proses belajar mengajar.
Antoni (dalam Tarigan, 1989 : 6) mengatakan :
Pendekatan secara ideal merupakan dasar-dasar teoretis yang menentukan cara-cara memperlakukan atau mebicarakan silabus…. Pendekatan adalah asumsi korelatif yang menangani hakikat pengajaran dan pembelajaran bahasa, pendekatan bersifat aksiomatik…. Metode merupakan rencana keseluruhan bagi pengajaran bahasa secara rapi dan tertib yang tidak ada bagian-bagiannya yang berkonstruksi dan semua itu didasarkan pada pendekatan terpilih, kalau pendekatan bersifat prosedural. Dalam suatu pendekatan mungkin terdapat beberapa metode…. Teknik bersifat implementasional yang secara aktual berperan di kelas. Teknik harus konsisten dengan metode karena ia harus selaras dan serasi dengan pendekatan tersebut.”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa suatu pendekatan pembelajaran boleh saja terdiri dari beberapa teknik yang harus konsisten dengan metode yang dipakai serta harus sejalan dengan pendekatan yang digunakan. Pendekatan berisikan asumsi yang mendasari metode, sedangkan metode menginterpretasikan asumsi itu ke dalam kegiatan pembelajaran, antara lain tujuan, teknik dan prosedur mengajar dalam kelas
4. Pendekatan Komunikatif
a. Pengertian
Kaswanti Purwo (1990) mengemukakan, bahwa pendekatan komunikatif lebih mengutamakan kelancaran berkomunikasi penggunaan bahasa daripada pemikiran pengetahuan bahasa sebagai sistem yang melekat pada otak manusia. Ketepatan mengucapkan dapat diperbaiki sambil belajar, dan menegaskan kemampuan berbahasa sebagai keterampilan, bukan sebagai pengetahuan. Pendekatan komunikatif berpandangan, bahwa bahasa lebih tepat sebagai suatau yang berkenaan dengan apa yang ditindakkan dengan bahasa (fungsi) atau dengan apa yang diungkapkan melalui bahasa (nosi), bukan berkenaan dengan butir-butir bahasa. Pendekatan komunikatif dalam mengajarkan bahasa harus dilakukan dalam situasi penggunaan bahasa yang alamiah. Hal ini disebabkan oleh pendekatan komunikatif yang mementingkan penggunaan bahasa daripada pengetahuan tentang bahasa.
Pengajaraan bahasa dengan pendekatan komunikatif berpusat pada siswa. Interaksi lisan dianggap sama pentingnya dengan membaca dan menulis. Oleh karena itu, bahasa sehari-hari mendapat perhatian utama, ragam bahasa yang digunakan ditentukan oleh konteks komunikasi tertentu. Hal ini mengharuskan guru menciptakan situasi yang memungkinkan atau mendorong munculnya pemakaian bahasa yang dipergunakan dalam situasi yang wajar. Siswa diberikan kesempatan menggunakan bahasa yang dipelajarinya untuk menyampaikan tujuan tertetntu yang bermakna. Dalam mempelajari bahasa bentuk bahasa selalu dikaitkan dengan makna, karena bahasa adalah pengungkapan ide konsep. Bentuk dan makna bahasa tergantung pada faktor penentu komunikasi yang ada dalam situasi dan konteks penggunaan bahasa. Faktor penentu tersebut adalah siapa, untuk tujuan apa, dalam situasi apa (tatap muka, telepon, surat, telegram, dsb), dan dalam peristiwa apa (bercakap-cakap, ceramah, laporan, upacara, dsb).
Pendekatan komunikatif didasari asumsi bahwa belajar bahasa adalah proses pembentukan kaidah, bukan proses pembentukan kebiasaan. Dengan mengacu pada asumsi ini dalam proses belajar bahasa siswa tidak lagi dipandang sebagai pembeo yang mengulang-ulang kaidah bahasa tetapi merupakan pelaku aktif dalam proses kreatif belajar bahasa. Karena itu, guru tidak lagi dipandang sebagai orang yang hanya memberi informasi belaka, tetapi harus sekaligus merangkap sebagai penerima informasi atau sebagai moderator. Kesalaha-kesalahan yang dibuat siswa dianggap sebagai suatu hal yang wajar dan tidak dapat dihindari. Dengan demikian mempelajari bahasa dipandang sebagai suatu proses kognitif yang wajar, siswa sendiri yang pada akhirnya yang bertanggung jawab (Sumardi dalam Syamsul Arief, 1994 : 7)
Dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai penyuluh, penganalisis kebutuhan siswa dan berperan sebagai manajer kelompok. Yang lebih dipentingkan adalah bagaimana siswa dapat dibimbing untuk berkomunikasi (lisan atau tulis) secara wajar. Penyajian materi dan aktivitas yang menunjukkan kemunikasi realistis dalam kelas harus berpusat pada siswa. Materi pelajaran (materi ajar) berperan menunjang komunikasi secara aktif yang terdiri dari tiga macam, yaitu (1) berdasarkan teks, yakni buku ajar yang menunjang komunikatif siswa; (2) berdasarkan tugas, yang berupa permainan, simulasi, tugas-tugas tertentu, papan peraga, dan (3) berdasarkan bahan otentik yang diambil dari surat kabar, majalah dan percakapan yang sesungguhnya (Nababan dalam Syamsul Arief, 1994 : 7-8).
Berdasarkan uraian terdahulu dapat disimpulkan, bahwa pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa adalah pendekatan yang bersasaran mengembangkan kompetensi komunikatif, berpusat pada siswa, lebih mementingkan penggunaan bahasa dan kelancaran komunikasi. Kemampuan berbahasa sebagai keterampilan bukan sebagai pengetahuan

b. Ciri-ciri Pendekatan Komunikatif
Dalam kesempatan ini akan dibicarakan ciri-ciri pendekatan komunikatif, antara lain sebagai berikut :
(a) Hanya aktivitas-aktivitas yang menunjukkan komunikasi yang sebenarnya/realistis yang medorong pelajar untuk belajar. Contoh, kalau seorang guru minta pelajar menirukan kalimat-kalimat rangsangan, dan para pelajar memberi respon, maka aktivitas ini bukan komunikasi. Komunikasi yang sebenarnya/realistis adalah apabila ada tanya jawab karena satu pihak tidak mengetahui jawabannya. Perhatikan komunikasi (dalam Bahasa Inggris) berikut :
(1) Guru : Where is the blacboard ?
(sudah terang tampak oleh guru dan para pelajar)
Pelajar : The blacboard is in front of the class room.
(2) Guru : Where is Jhon ?
(guru tidak melihat Jhon di dalam kelas)
Pelajar : He is not here, sir, he is ill.
( guru tidak mengetahui jawabannya)
Jika kita bertanya tentang sesuatu yang sudah diketahui jawabannya (a.1), maka ini bukan komunikasi, sebab tidak ada “kekosongan informasi” (information gap). Sebaliknya jika kita bertanya tentang sesuatu karena kita tidak/belum mengetahui jawabannya maka ini dinamakan information gap. Jadi, salah satu ciri pendekatan komunikatif adalah harus ada “kekosongan informasi.’
(b) Aktivitas-aktivitas bahasa yang bertujuan untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna mendorong pelajar untuk belajar.
Contoh : - Hapuslah papan tulis itu!
- Pergilah ke kantor pos dan belikan saya kartu pos!
(c) Materi dari silabus komunikatif dipersiapkan sesudah diadakan suatu analisis mengenai kebutuhan (needs) berbahasa pelajar. Ini berarti bahwa para pelajar mempunyai kebutuhan sendiri-sendiri untuk belajar BT (komunikasi sehari-hari).
(d) Penekanan dalam pendekatan komunikatif ialah pada pelajar dan apa yang diharapkan dari belajar BT. Ini berarti bahwa penyajian materi dan aktivitas dalam kelas harus ”berorientasi/berpusat pada pelajar.”
(e) Peran guru ialah sebagai ”penyuluh atau penganalisis kebutuhan pelajar, dan manajer kelompok”. Guru tidak lagi dibenarkan untuk selalu menguasai kelas dan materi, karena yang dipentingkan ialah bagaimana para pelajar dapat dibimbng untuk berkomunikasi (lisan atau tulisan) yang wajar.
(f) Pearan materi instruksional dalam pendekatan komunikatif ialah untuk menunjang komunikasi pelajar secara aktif. Materi instruksional bahasa terdiri dari, yaitu :
(f.1) materi yang berdasarkan teks (text – based)
(f.2) materi yang berdasarkan tugas (task – based)
(f.3) materi yang berdasarkan bahan otentik (realita)
Materi yang berdasarkan teks ialah buku-buku pelajaran yang ditulis untuk menunjang kemampuan komunikatif pelajar (dalam bahasa Inggris disebut, umpanya Nations in Language dari Leo Jones (1979), Functions of English dari Leo Jones (1982), dan ALFA Series (1979). Materi yang berdasarkan tugas ialah yang melibatkan permainan, simulasi, tugas-tugas tertentu, papan-papan peraga, dan sebagainya.
Contoh : Buatlah peta perjalanan Anda ke sekolah!
Sedangkan materi yang berdasarkan bahan otentik berupa materi yang diambil dari surat kabar atau majalah dan percakapan yang sesungguhnya (percakapan penutur asli yang direkam, keterangan, humor, dan sebagainya) Nababan, (1993 : 70-72).

c. Prinsip Pendekatan Komunikatif
Pembelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan secara terpadu dalam fungsi komunikatif dalam bentuk pemahaman dan penggunaan. Dalam wujud tata bahasa tidak boleh diajarkan secara terlepas dari konteks pemahaman dan penggunaan. Berdasarkan hal ini, strategi pembelajaran bahsa Indonesia adalah pendekatan komunikasi. Pendekatan komunikatif mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut :
(1) Mengutamakan pembelajaran bahasa Indonesia pada pemahaman dan penggunaan bahasa.
(2) Menitikberatkan pemahaman dan penggunaan bahasa secara real dan wajar.
(3) Model latihan berbahasa adalah model bahasa yang hidup dan terpakai.
(4) Variasi berbahasa menjadi pusat pembelajaran bahasa. Ini berarti model pembelajaran bahasa harus mencakup sebanyak mungkin kegiatan pelangsungan berbahasa Indonesia.
(5) Pembelajaran bahasa Indonesia harus menciptakan usaha dan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dengan bahasa Indonesia haruas mendorong siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik, benar dan wajar untuk pelbagai tujuan dan dalam pelbagai situasi.
(6) Pembelajaran bahasa Indonesia terpusat pada siswa. Ini berarti aktivitas terbesar dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah “siswa terdorong, mau, giat, dan berusaha” mendengarkan uraian dan percakapan dalam bahasa Indonesia, membaca karya sastra, membaca naskah tulisan bahasa Indonesia.
(7) Guru dan buku pelajaran bahasa Indonesia hanya menjadi model dan sampel pemahaman dan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik, benar, dan wajar (Parera, 1986 : 13).
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan, bahwa pendekatan komunikatif lebih mengutamakan dan menitikberatkan penggunaan bahasa sebagai model latihan berbahasa yang hidup dan terpakai. Pembelajaran bahasa Indonesia harus mendorong siswa agar mau berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik, benar, dan wajar.

d. Prosedur Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Pendekatan Komunikatif

Finocchiaro dan Brumfit (dalam Syamsul Arief, 1994 : 35-36) mengemukakan, prosedur pembelajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif, yaitu :
I. : Dialog singkat disajikan dengan didahului penjelasan tentang fungsi-fungsi ungkapan dalam dialog itu, serta situasi tempat dialog itu terjadi.
II. : Latihan mengucapkan kaimat-kalimat yang terdapat dalam dialog itu diberikan secara perorangan, kelompok atau klasikal.
III. : Tanya jawab didasarkan pada topik dan situasi dialog.
IV. : Dilanjutkan dengan pertanyaan sejenis yang berkaitan dengan pengalaman pribadi para siswa, tetapi masih di sekitar dialog.
V. : Membahas ungkapan-ungkapan komunikatif dalam dialog, atau ungkapan serupa yang mungkin muncul atau memiliki kesamaan makna, atau mendiskusikan tentang struktur kalimat.
VI. : Pembelajar (siswa) menemukan generalisasi kaidah-kaidah yang mendasari ungkapan atau struktur fungsi tersebut yang dapat mencakup (a) bentuk-bentuk lisan dan tertulisnya, (b) posisi dalam ucapan, (c) formalitas dalam ucapan, dan (d) fungsi dan makna gramatikalnya.
VII. : Pengenalan lisan dengan kegiatan-kegiatan interpretasi.
VIII. : Kegiatan produksi lisan, dari kegiatan terpimpin ke kegiatan komunikasi bebas.
IX. : Menyalin dialog-dialog, atau dialog-dialog mini, atau modul kalau tidak terdapat dalam teks kelas.
X. : Memberikan contoh pekerjaan rumah, jika diperlukan.
XI. : Evaluasi pembelajaran hanya lisan.
Dengan melaksanakan prosedur di atas maka keempat keterampilan berbahasa (berbicara, menyimak, membaca, dan menulis) dapat dilatih dalam satu pertemuan. Keempat ketarmpilan itu tidak ditampilkan secara terpisah, tetapi satu keterampilan menjadi sumber keterampilan yang lain atau satu keterampilan menunjang keterampilan yang lain. Guru hanya memilih komponen mana yang dijadikan fokus pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.



5. Pendekatan Struktural
a. Pengertian
Pendekatan struktural dilandasi oleh linguistik struktural dan psikologi behaviorisme. Prinsip belajar behaviorisme klasik berpedoman pada responded conditioning dan prinsip belajar behaviorisme mengutamakan operant conditioning kesenangan dan keberterimaan. Dalam pembelajaran bahasa prinsip ini memang berperan penting dalam pembentukan beberapa metode pengajaran bahasa, khususnya pendekatan audiolingual dan struktural. Dengan latihan tubian dan pemberian penguatan-penguatan tertentu,maka proses belajar akan terjadi (Parera, 1996 : 15)
Di dalam pembelajaran bahasa kepada siswa disuguhkan pengertian-pengertian, definisi-definisi, teori dan sebagainya yang berkaitan dengan bahasa. Sejalan dengan itu, Kaswanti Purwo (1991 : 159) mengatakan :
Di dalam pengajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan struktural rumus-rumus, definisi-definisi, istilah-istilah dilimpahi perhatian utama. Siswa dituntut untuk menghapalkan mentah-mentah apa itu S-P-O-K, dan segudang istilah lain. Mereka dituntut untuk mengimani semua itu (jika perlu tidak harus memahaminya), yang penting ialah begaimana memperoleh nilai baik dalam ujian supaya lulus.

Materi pelajaran dalam pendekatan ini didasarkan pada struktur, maksudnya siswa dilatih meniru pola-pola kalimat yang sudah ada. Bahasa diajarkan dengan cara mencurahkan perhatian pada lapal kata, dan pada latihan berkali-kali secara intensif membentuk pola-pola bahasa. Pendekatan ini kurang memberikan kebebasan dan keleluasaan bagi pembelajar untuk berperan dalam proses belajar. Keaktifan siswa hanya terbatas pada memberi respon atau stimulus yang diberikan guru. Guru menjadi sentral dalam pembelajaran ini. Subyakto (1993 : 34) mengatakan :
(3) Sebetulnya, para perlajar tidak berperan aktif tetapi hanya memberi respons pada rangsangan guru. Gurulah yang menentukan semua latihan dan materi pelajaran di kelas. Dialah yang mengetahui semua jawaban atas semua pertanyaan yang diajukan di kelas. Dengan lain perkataan, penguasaan kegiatan dalam kelas dapat disebut ”dikuasai sepenuhnya oleh guru” (teacher – oriented atau teacher – controlled).


b. Prosedur Pengajaran Bahasa dengan Pendekatan Struktural
Dalam pendekatan struktural pertama-tama bahasa disajikan dalam bab-bab atau pelajaran kebahasaan-kebahasaan. Masing-masing ketatabahasaan itu memuat beberapa butir atau kaidah tata bahasa. Kaidah itu disusun serta diilustrasikan dengan contoh-contoh. Langkah selanjutnya siswa dilibatkan dalam pengajaran kaidah serta penghapalan kaidah-kaidah tersebut. bukan hanya kaidah yang dihapal siswa, bahkan contoh-contoh pun diharapkan dihapal mati oleh siswa. Akhir pertemuan dapat digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas yang ada kaitannya dengan tata bahasa. Jadi guru harus memperkenalkan semua struktur bahasa pada setiap butir yang diajarkan
(Tarigan, 1989)

B. Kerangka Konseptual
Pembelajaran adalah suatu cara atau perbuatan mengajar atau mengajarkan sesuatu kepada orang lain (siswa).
Kalimat ialah bagian ujaran yang didahului dan diikuti kesenyapan yang dibubuhi tanda baca untuk tertulis dan intonasi untuk kalimat lisan.
Pendekatan adalah sikap atau pandangan tentang sesuatu yang biasanya berupa seperangkat asumsi yang saling berkatian dengan sesuatu.
Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang menekankan kalimat terhadap keseluruhan situasi, kondisi, pembicara / pendengar, dan lain-lain yang turut menentukan arti atau kebermaknaan kalimat. Pengajaran kalimat senantiasa menekankan tujuan untuk melahirkan dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan bahasa yang dipelajarinya dalam menyampaikan tujuan tertentu. Penyajian setiap butir pengajaran bahasa selalu disajikan berdasarkan konteks.
Pendekatan struktural adalah pendekatan yang menganalisis unsur-unsur yang membentuk rangkaian struktural (kalimat saja) tanpa mempertimbangkan konteks penggunaan kalimat. Yang dituntut dalam pendekatan ini adalah siswa harus mengerti kaidah-kaidah bahasa secara benar dan pembelajaran dilakukan dengan latihan. Hal ini menyebabkan siswa hapal kaidah-kaidah bahasa meski tidak dipahaminya.








C, Pengajuan Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara atau kesimpulan sementara sebelum penelitian dilaksanakan. Hipotesis penelitian ini adalah :
Ho : Pendekatan komunikatif tidak lebih baik dalam mengajarkan membuat kalimat dibandingkan dengan pendekatan struktural siswa kelas IX SMP Negeri 39 Medan Tahun Pelajaran 2006/2007.
Ha : Pendekatan komunikatif lebih baik hasilnya dalam pengajaran kalimat dibandingkan dengan pendekatan struktural pada siswa kelas IX SMP Negeri 39 Medan Tahun Pelajaran 2006/2007























BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Peneliti harus terebih dahulu menentukan metode yang digunakan dalam penelitiannya. Hal ini dilakukan karena metode penelitian merupakan cara yang menentukan ketercapaian tujuan. Sejalan dengan ini Winarno (1982 : 2) mengatakan “Metode merupkan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis, dengan mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu”.
Pada penelitian ini digunakan metode eksperimen, karena penelitian ini adalah untuk mencari perbedaan pengajaran kalimat antara dua pendekatan yang berbeda, yaitu pendekatan komunikatif dan pendekatan struktural.

B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di SMP Negeri 39 Medan Kecamatan Medan Marelan Kotamadya Medan Sumatera Utara, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. SMP Negeri 39 Medan adalah tempat mengajar peneliti
2. Penelitian serupa ini belum pernah dilakukan di SMP Negeri 39 Medan.
3. Untuk menghemat waktu, biaya dan tenaga bagi peneliti

C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Suharsimi (1989 : 102) mengatakan, ”Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas IX SMP Negeri 39 Medan Tahun Pelajaran 2006 / 2007 yang berjumlah 158 orang dengan perincian sebagai berikut :
a. Kelas IX-A = 38 orang
b. Kelas IX-B = 40 orang
c. Kelas IX-C = 38 orang
d. Kelas IX-D = 40 orang
2. Sampel
Peneliti tidak meneliti seluruh populasi tetapi menarik sebagian sampel untuk mewakili populasi. Arikunto (1992 : 107) mengatakan :
”Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil di antara 10-15% dan 20-25% atau lebih”.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti mengambil sampel sebanyak 42 orang (21 orang dari kelas IX-A dan 21 orang dari kelas IX-B). Sebelum mengambil sampel terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas. Siswa yang tergolong kemampuannya rata-rata dijadikan sampel dalam penelitian ini.

D. Devenisi Operasional Variabel Penelitian
Hal ini berfungsi untuk membantu menentukan alat pengumpul data. Berikut diuraikan variabel yang berhubungan dengan penelitian.
Pembelajaran adalah suatu cara atau perbuatan mengajar atau mengajarkan sesuatu kepada orang lain.
Kalimat ialah bagian ujaran yang didahului dan diikuti kesenyapan yang dibubuhi tanda baca untuk kalimat tertulis dan intonasi untuk kalimat lisan.
Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang menekankan kalimat terhadap keseluruhan situasi, kondisi, pembicara/pendengar, dan lain-lain yang turut menentukan arti atau kebermaknaan kalimat. Pendekatan ini diperlakukan terhadap kelompok eksprimen, yaitu kelas IX-A.
Pendekatan struktural adalah adalah pendekatan yang menganalisis unsur-unsur yang membentuk rangkaian struktur (kalimat saja) tanpa mempertimbangkan konteks penggunaan kalimat. Pendekatan ini diperlakukan terhadap kelompok pembanding, yaitu kelas IX-B.



E. Teknik Analisis Data
Untuk menguji kebenaran penelitian ini digunakan teknik analisis data dengan memakai rumus ”t” yaitu :

t¬ o =

Keterangan : to = t observasi
Ma = Mean kelompok eksprimen
Mb = Mean kelompok pembanding
x = Standar deviasi skor
na = Jumlah sampel eksprimen
nb = Jumlah sampel pembanding

F. Organisasi Pengolahan Data
Untuk mempermudah pelaksanaan analisis data, maka terlebih dahulu data tersebut diorganisasikan, yaitu :
1. Membuat tabulasi skor tes kelompok eksprimen.
2. Membuat tabulasi skor tes kelompok pembanding.
3. Mencari mean kedua variabel.
4. Mencari standard deviasi kedua variabel.

G. Instrumen Penelitian
Peneliti menggunakan tes uraian atau essey test sebagai alat pengumpul data. Soal sebanyak lima (5) soal, dengan perincian empat (4) soal menugasi siswa membuat beberapa kalimat dan satu soal lagi menyemurnakan percakapan (dialog).




Kriteria Penilaian sebagai berikut :
No. Aspek yang dinilai Skor
1 Jumlah kalimat 0 – 30
2 Kesatuan gagasan 0 – 25
3 Koherensi 0 – 25
4 Variasi Kalimat 0 – 10
5 Pemakaian EYD 0 - 10
Jumlah skor 100

Langkah-langkah pembelajaran dilakukan sebagai berikut :
Pendekatan Komunikatif (eksprimen)
No Kegiatan Waktu
I Pertemuan I
Pre tes 40 menit
II Pertemuan II
1 Pembukaan 10 menit
2 Membagikan dialog dan pengarahan tentang tugas 10 menit
3 Siswa membaca dialog secara bergantian 20 menit
4 Tanya jawab tentang pengalaman peribadi 40 menit
III Pertemuan III
1 Membahas ungkapan komunikatif yang muncul 40 menit
2 Latihan membuat kalimat dengan berbagai penanda konteks 40 menit
IV Pertemuan IV
1 Lanjutan membuat kalimat 30 menit
2 Tanya jawab 30 menit
V Pertemuan V
1 Membagi kelompok dan mengarahkan siswa 20 menit
2 Lanjutan membuat kalimat dengan berbagai penanda konteks 20 menit
3 Tanya jawab antarkelompok dan melaporkan hasil diskusi 40 menit
VI Pertemuan VI
1 Tanya jawab tentang kalimat yang dibuat oleh kelompok, hal ini dilakukan antarsiswa dengan siswa dan dengan siswa dengan guru 30 menit
2 Refleksi dan menyimpulkan pelajaran 10 menit
3 Pos tes 40 menit




























Pendekatan Struktural (kelas pembanding)

No Kegiatan Waktu
I Pertemuan I
Pre tes 40 menit
II Pertemuan II
1 Pembukaan 10 menit
2 Menjelaskan pengertian kalimat, ciri dan jenisnya 40 menit
3 Mencatat semua penjelasan guru 30 menit
III Pertemuan III
1 Menjelaskan dan memberi contoh kalimat sesuai penjelasan sebelumnya 50 menit
2 Mencatat contoh-contoh yang diberikan guru 30 menit
IV Pertemuan IV
1 Membuat kalimat sesuai dengan kaidah yang diberikan guru 50 menit
2 Membacakan dan menuliskan di papan tulis kalimat yang dibuat siswa secara bergantian 30 menit
V Pertemuan V
1 Lanjutan membuat kalimat 20 menit
2 Tanya jawab guru dengan siswa 40 menit
3 Menyimpulkan dan menutup pelajaran 20 menit
VI Pertemuan VI
1 Melaksanakan pos tes 40 menit












BAB IV
PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Penyajian Data
Kelompok siswa yang diajar dengan pendekatan komunikatif dan struktural diperoleh data kemampuan membuat kalimat sebagaiberikkut :

TABEL I
DATA KEMAMPUAN MEMBUAT KALIMAT
SISWA YANG DIAJAR DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF
NO NAMA SKOR (Xa)
1 2 3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
ADE AMIZURA PULUNGAN
ARIFAH NURHIDAYATI
DEBI ANDINI
ELFI YUSRITA
HIKMA
IFNI NAZIP
IKBAL MUSTAFA SIREGAR
IRMAYANTI BULURAN
MARISSA MAISURI
NIA ISRAINI
NURUL RAMADHANI ARDI
RANI PERMATA SARI
RISNIATI
SANDI Y. TAUFIK
SARI MASITAH
SRI UTAMI SARAGIH
SUTRISNO
TRI SUKIRJA
TITO SUKIRJA
ULAN TRI LESTARI
ZARKASIH
72
78
85
75
82
87
75
80
80
65
75
74
80
65
75
84
80
80
74
67
75









TABEL II
DATA KEMAMPUAN MEMBUAT KALIMAT
SISWA YANG DIAJAR DENGAN PENDEKATAN STRUKTURAL
NO NAMA SKOR (Xa)
1 2 3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
ANDIKA BAHRI
ARDIANSYAH RITONGA
ATIKAH SYAHPUTRI BAHRI
AYU NOVA ARTIKA
ELISMA HANDAYANI
FAHMIL ARIF
HALIMATUN SAKDIAH
ILHAM SYAHPUTRA LUBIS
KHAIRUNNISAK
MUHAMMAD HASAN BASRI
M. YASIN
RATNA SARI DEWI
RIZKA FITRIANA
RISKI SYAHPUTRA
SILVIA RISKI NASUTION
SRI WAHYUNI SIMAMORA
SUSIANTI
SYAIFUL ASWAD
UMAR DANI
YAYUK MULYANI
ZULFIKAR SUHAIMI
65
65
72
65
75
70
76
70
75
72
60
60
62
70
60
74
78
68
74
64
60





2. Analisis Hasil Peneitian
Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel I dan II, maka dapat dicari mean variabel A (kelompok yang diajar dengan pendekatan komunikatif) dan mean variabel B (kelompok yang diajar dengan pendekatan struktural) serta deviasi skor variabel A dan B
Perhitungan mean variabel A dan B menggunakan rumus, sebagai berikut :

Ma =


Mb =


Sebelum dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, terlebih dahulu disajika n tabel persiapan perhitungan mean variabel A dan mean variabel B, sebagai berikut :
















TABEL III
PERSIAPAN PERHITUNGAN MEAN VARIABEL A
(SISWA YANG DIAJAR DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF)
NO Xa Xb
1 2 3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
72
78
85
75
82
87
75
80
80
65
75
74
80
65
75
84
80
80
74
67
75 5184
6084
7225
5625
6724
7569
5625
6400
6400
4225
5625
5476
6400
4225
5625
7056
6400
6400
5476
4489
5625

1608 123858





Berdasarkan tabel di atas dapat dicari mean variabel A dan standard deviasi variabel A, sebagai berikut :


Ma =

=

= 76,57

SDa =

=

=

=

SDa = 5,9














TABEL IV
PERSIAPAN PERHITUNGAN MEAN VARIABEL B
(SISWA YANG DIAJAR DENGAN PENDEKATAN STRUKTURAL)
NO Xa Xb
1 2 3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
65
65
72
65
75
70
76
70
75
72
60
60
62
70
60
74
78
68
74
64
60 4225
4225
5184
4225
5625
4900
5776
4900
5625
5184
3600
3600
3844
4900
3600
5476
6084
1424
5476
4096
3600


1435 98769




Berdasarkan tabel di atas dapat dicari mean variabel B dan standard deviasi variabel B, sebagai berikut :


Mb =

=

= 68,33

SDa =

=

=

=

SDa = 5,8




















TABEL V
PERHITUNGAN DEVIASI SKOR VARIABEL A
(SISWA YANG DIAJAR DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF)
NO Xa Xa - Ma = DXa = Xa Dxa2 = xa2
1 2 3 4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21 72
78
85
75
82
87
75
80
80
65
75
74
80
65
75
84
80
80
74
67
75 72 - 76,57 = -4,57
78 - 76,57 = 1,43
85 - 76,57 = 8,43
75 - 76,57 = 1,57
82 - 76,57 = 5,43
87 - 76,57 = 10,43
75 - 76,57 = -1,57
80 - 76,57 = 3,43
80 - 76,57 = 3,43
65 - 76,57 = -11,57
75 - 76,57 = -1,57
74 - 76,57 = -2,57
80 - 76,57 = 3,43
65 - 76,57 = -11,57
75 - 76,57 = -1,57
84 - 76,57 = 7,43
80 - 76,57 = 3,43
80 - 76,57 = 3,43
74 - 76,57 = -2,57
67 - 76,57 = -9,57
75 - 76,57 = -1,57 20,8849
2,0049
71,0649
2,4649
29,4849
108,7849
2,4649
11,7469
11,7469
113,8649
2,4649
6,6049
11,7649
133,8649
2,4649
55,2049
11,7649
11,7649
6,6049
91,5849
2,4649
∑ 1608 = 0,03 731,1429









TABEL VI
PERHITUNGAN DEVIASI SKOR VARIABEL B
(SISWA YANG DIAJAR DENGAN PENDEKATAN STRUKTURAL)
NO Xb Xb - Mb = DXb = Xb Dxb2 = xb2
1 2 3 4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21 65
65
72
65
75
70
76
70
75
72
60
60
62
70
60
74
78
68
74
64
60 65 - 76,57 = -3,33
65 - 76,57 = -3,33
72 - 76,57 = 3,67
65 - 76,57 = -3,33
75 - 76,57 = 6,67
70 - 76,57 = 1,67
76 - 76,57 = 7,67
70 - 76,57 = 1,67
75 - 76,57 = 6,67
72 - 76,57 = 3,67
60 - 76,57 = -8,33
60 - 76,57 = -8,33
62 - 76,57 = -6,33
70 - 76,57 = 1,67
60 - 76,57 = -8,33
74 - 76,57 = 5,67
78 - 76,57 = 9,67
68 - 76,57 = -0,33
74 - 76,57 = 5,67
64 - 76,57 = -4,33
60 - 76,57 = -8,33 11,0889
11,0889
13,4789
11,0889
44,4889
2,7889
58,8289
2,7889
44,4889
13,4689
69,3889
69,3889
40,0689
2,7889
69,3889
32,1489
93,5089
0,1089
32,1489
18,7489
69,3889
∑ 1435 = 0,07 710,6669








3. Perbedaan Kemampuan Membuat Kalimat Siswa yang Diajar dengan Pendekatan Komunikatif dan Struktural

Sampel penelitian terdiri dari dua kelompok siswa (siswa yang diajar dengan pendekatan komunikatif dan siswa yang diajar dengan pendekatan struktural). Setelah dapat dikumpulkan kemampuan membuat kalimat dari kedua kelompok siswa, maka diperoleh harga rata-rata hitung (M) dan deviasi skor kuadrat (X2) dihitung maka diperoleh gambaran, bahwa rata-rata hitung kedua kelompok adalah berbeda, sebagai berikut :

TABEL VII
NILAI OBSERVASI KEMAMPUAN MEMBUAT KALIMAT
SISWA YANG DIAJAR DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF
DAN PENDEKATAN STRUKTURAL
JENIS NILAI NILAI BEDA
SAPEK SAPES
1 2 3 4
ST 87 78 9
SR 65 60 5
M 76,57 68,33 8,24
X2 731,14 710,67 20,47

Keterangan :
ST = skor tertinggi
SR = skor terendah
M = nilai rata-rata
X2 = deviasi skor kuadrat
SAPEK = siswa yang diajar dengan pendekatan komunikatif
SAPES = siswa yang diajar dengan pendekatan struktural



B. Pengujian Hipotesis
Signifikansi rata-rata dalam membuat kalimat antara siswa yang diajar dengan pendekatan komunikatif dan struktural harus diuji. Pengujian signifikansi tersebut menggunakan statistik uji ”t”, dengan rumus sebagai berikut :

t¬ o =
Untuk memudahkan pengujian hipotesis ini terlebih dahulu ditentukan hipotesis nol (Ho) dan alternatif (Ha), sebagai berikut :
Ho = Pendekatan kominikatif tidak lebih baik dalam pembelajaran membuat kalimat dibandingkan dengan pendekatan struktural siswa kelas IX SMP Negeri 39 Medan Tahun Pelajaran 2006-2007.
Ha = Pendekatan komunikatif lebih baik dalam pembelajaran kalimat dibandingkan dengan pendekatan struktural siswa kelas IX SMP Negeri 39 Medan Tahun Pelajaran 2006-2007
Sesuai dengan uji ”t” maka yang diuji dalam penelitian ini adalah hipotesis kerja (Ha) dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Kriteria pengujian :
Tolak Ho apabila to > tt
Terima Ho apabila to < tt b. Taraf signifikansi = 0,05 atau 5% c. Interpretasi terhadap to dengan membandingkan df atau db tabel ”t” dengan rumus (N1 + N2 - 2), yakni : 21 + 21 – 2 = 40. Dengan demikian pada taraf signifikansi 5% dan df 40 perhitungan nilai t = t¬ o = = = = = = = 4,448204208 to = 4,448 Diperoleh to = 4,448 Berdasarkan kriteria pengujian ternyata to > tt yakni 4,448 > 2,02. Hal ini berarti, Ho dinyatakan ditolak dan Ha dinyatakan diterima.


















C. Temuan Penelitian
Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis ditemukan hal sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam membuat kalimat antara siswa yang diajar dengan pendekatan komunikatif dengan siswa yang diajar dengan pendekatan struktural siswa kelas IX SMP Negeri 39 Medan Tahun Pelajaran 2006/2007.
2. Siswa yang diajar dengan pendekatan kounikatif lebih kreatif dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan pendekatan struktural dalam membuat kalimat.
3. Ditemukan pengaruh yang lebih baik dengan menggunakan pendekatan komunikatif terhadap kreatifitas siswa dalam membuat kalimat


D. Diskusi
Setelah dilakukan penelitian dan analisis data didapati perbedaan yang signifikan dalam pembelajaran kalimat dengan menggunakan pendekatan komunikatif dan struktural. Pembelajaran kalimat dengan pendekatan komunikatif lebih baik hasilnya daripada pendekatan struktural.
Guru yang baik dan bijak adalah guru yang selalu berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswanya seoptimal mungkin. Memilih dan menggunakan pendekatan yang tepat akan meningkatkan kemampuan siswa membuat kalimat. Hal ini menunjukkan, bahwa guru telah berusaha memberikan motivasi belajar siswanya.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan skor, mean, standard deviasi antara kedua variabel. Hasil pembelajaran kalimat lebih rendah dengan menggunakan pendekatan struktural. Hal ini bukan berarti pendekatan struktural tidak baik digunakan atau diterapkan.





E. Rangkuman Sementara
Masalah pokok penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran yang dapat mempengaruhi siswa membentuk kalimat. Berdasarkan masalah tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah penggunaan dua pendekatan yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda kreatifitas siswa dalam membuat kalimat. Kedua pendekatan tersebut adalah pendekatan komunikatif dan pendekatan struktural. Dalam pendekatan komunikatif memungkinkan siswa menggunakan bahasa sesuai dengan konteks berbahasa yang menimbulkan kreatifitas siswa dalam membuat kalimat
Untuk mengetahui hal di atas ditegakkan hipotesis kerja (Ha) sebagai berikut: Penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran kalimat lebih baik hasilnya dibandingkan dengan pendekatan struktural siswa kelas IX SMP Negeri 39 Medan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan mebandingkan hasil belajar kedua kelompok siswa. Statistik yang dipakai adalah statistik uji ”t” dengan taraf signifikansi 5% (pada df atau db 40, tt = 2,02), perhitungan nilai to = 4,448.
Sesuai dengan ketentuan pengujian ditemukan to = 4,448 > tt = 2,02, berarti hipotesis kerja diterima dan dinyatakan pendekatan komunikatif lebih baik daripada pendekatan struktural dalam kreatifitas siswa membuat kalimat.



















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan analisis data dan berpedoman pada temuan penelitian dapat disimpulkan hal sebagai berikut :
1. Pemilihan dan penggunaan pendekatan yang tepat dalam pembelajaran akan berpepangaruh baik terhadap pencapaian hasil belajar siswa. Oleh karena itu diperlukan sikap selektif guru dalam memilih dan menerapkan pendekatan.
2. Pendekatan komunikatif lebih baik dan sesuai diterapkan dalam pembelajaran kalimat terhadap siswa kelas IX SMP Negeri 39 Medan TP 2006/2007. Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai rata-frata 76.57. Sebaliknya, pendekatan struktural kurang sesuai diterapkan dalam pembelajaran kalimat sesaui dengan perolehan nilai rata-rata sebesar 68,33.
3. Pembelajaran kalimat dengan menggunakan pendekatan komunikatif dan struktural adalah berbeda. Hal ini dibuktikan oleh hasil perhitungan statistik uji ”t” yakni to > tt = 4,448 > 2,02
4. Melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan komunikatif siswa lebih kreatif dalam membuat kalimat jika dibandingkan dengan pendekatan struktural.

B. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti ingin mengemukakan saran-saran sebagai berikut :
1. Para guru bahasa Indonesia seyogyanya memilih dan menggunakan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran agar tercipta siswa yang lebih kreatif.
2. Para guru bahasa Indonesai harus selalu berupaya untuk menambah dan meningkatkan wawasan ilmu dan pengetahuannya agar lebih berhasil mentransfer ilmu dan pengalamannya kepada para siswanya.
3. Perlu diingat, bahwa pembelajaran bahasa Indonesia lebih menekankan keterampilan berbahasa daripada pengetahuan kebahasaan.
4. Para guru lebih baik menggunakan pendekatan komunikatif senantiasa akan melahirkan siswa kreatif dalam berpikir dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.









































DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Bandung : Angkasa.

Arief, Syamsul. 1994. Pendekatan Komunikatif (Pragmatik) dalam Pengajaran Bahasa. Medan : FPBS IKIP Medan.

Arikunto, Suharsimi. 1990. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rianeka.

---------- . 1992. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rianeka.

Badudu, J.S. 1998. Cakrawala Bahasa Indonesia II. Jakarta : Gramedia.

Fokker, A.A. 1983. Sintaksis Indonesia. Jakarta : Pradya Paramita.

Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Arnoldus : Ende Flores.

Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Jogyakarta : Karnisius.

Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia.

Moeliono, Anton. 1988. Tatat Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud.

Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik. Jakarta : Depdikbud.

Subyakto, Sri Utari. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta : Gramedia.

Parera, Jos Daniel. 1986. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo.

Ramlan, M. 1982. Sintaksis Ilmu Bahasa. Yogyakarta : Karjono.

Sumardi, Mulyanto. 1992. Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa. Jakarta : Sinar Harapan.












SOAL POS TES

Petunjuk
1. Bacalah soal secara cermat sebelum menjawab!
2. Kerjakan terlebih dahulu soal yang lebih mudah!
3. Sebelum menyerahkan lembar jawaban terlebih dahulu periksa kembali nama, kelas, dan jawaban Anda.

Soal
1. Sejak masuk ke kelas Andi diam saja. Ia duduk termenung. Rupanya ayahnya sudah dua minggu opname di rumah sakit. Ia sedih memikirkan keluarganya untuk mendapatkan uang untuk biaya rumah sakit. Untuk biaya sehari-hari pun pas-pasan. Andi adalah teman baik dan teman akrab Anda.
Tuliskan kalimat berupa saran agar Andi merasa terhibur!

2. Anda sebagai ketua OSIS yang akan mengadakan studi wisata ke Brastagi. Rapat OSIS telah memutuskan jumlah biaya setiap peserta, hari dan tanggal pelaksanaannya.
Tuliskanlah pengumuman berdasarkan ilustrasi di atas!

3. Waktu istirahat dua orang siswa berkelahi dalam kelas gara-gara Irfan mencoret baju Iwan dengan tinta pulpen miliknya.
Sebagai ketua kelas yang bijaksana, Anda tidak menginginkan hal ii terjadi.
Tuliskan apa yang akan Anda katakan kepada mereka berdua!

4. Dua hari yang alu Pak Regar memberikan tugas atau Pekerjaan Rumah (PR). Ternyata Anda tidak mengerjakannya karena ikut menjaga adik di rumah sakit sehingga diberi hukuman tidak boleh ikut belajar pada hari itu juga. Setelah kejadian itu Anda pun menyesal dan Anda berjanji tidak akan terulang lagi.
Tuliskan rasa penyesalan dan janji Anda itu!
5. Sempurnakanlah percakapan (dialog) berikut ini!
Ani : .........................................................................................
Kak Ida : Walaikum salam.
Ani : Saya teman sekelas Ita, Kak!
Kak Ida : Oh, begitu. Silakan ..........................................................
Ani : Terima kasih, Kak.
Kak Ida : ...........................................................................................
Ani : Ani, Kak.
Kak Ida : Ada yang bisa kakak bantu?
Ani : ... ada Kak?
Kak Ida : ..........................................................................................
Ita : Eh, kamu An. Ada apa malam-malam begini?
Ani : Begini, Ta. Besok saya tidak bisa masuk sekolah.
Ita : .......................................................................................
Ani : Tadi sore ayahku mendapat berita melalui Telepon Genggamnya dari kampung.
Ita : Lalu .................................................................................
Ani : Saya ke sini ngantarin surat ini.
Tolong .............................................................................
Ita : .........................................................................................
Ani : Terima kasih Ta, kamu bersedia membantu saya.
Ita : Sudahlah. Saya senang melakukan ini.
Eh, An. ............................................................................
Ani : Paling-paling dua tiga hari. Ayahku cuma dapat izin segitu dari kantornya.
Ita : .........................................................................................
Ani : Saya buru-buru ni, pamit dulu ya. Salam buat Kak Ida.
Ita : Okelah An. Semoga selamat diperjalanan sampai ketemu lagi nanti di sekolah.
Ani : ..........................................................................................



PEMBELAJARAN KALIMAT DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF

DAN STRUKTURAL SISWA KELAS IX SMP NEGERI 39 MEDAN

TAHUN PELAJARAN 2006/2007



O
l
e
h
:

PANUSUNAN, S.PD.
NIP 132 123 900






















PEMERINTAH KOTA MEDAN

DINAS PENDIDIKAN

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI 39 MEDAN

2007
LEMBAR PENGESAHAN



Judul Penelitian : PEMBELAJARAN KALIMAT DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF DAN STRUKTURAL SISWA KELAS IX SMP NEGERI 39 MEDAN TAHUN PELAJARAN 2006/2007

Nama Peneliti : Panusunan, S. Pd.

NIP : 132 123 900

Pangkat / Golongan : Penata Tk.I / III/d

Unit Kerja : SMP Negeri 39 Medan

Tanda Tangan :



adalah benar telah melakukan penelitian di SMP Negeri 39 Medan.



Medan, Juli 2007
Kepala SMP Negeri 39 Medan






Dra. Aidar Uzir, MM.
NIP 132 065 709

Manajemen Qalbu


MANAJEMEN QOLBU
Oleh : yos

Apa jadinya kalau ibu menuntut “uang jasa” atas keberadaan kita selama sembilan bulan lebih di rahimnya? Berapa banyak uang yang harus kita bayar untuk mengganti biaya persalinan, biaya pemeliharaan serta biaya ASI? Tampaknya daftar tagihan akan makin panjang jika ibu memasukkan biaya pengasuhan, biaya pendidikan, kesehatan, sandang pangan, tempat tinggal, bahkan sampai biaya pernikahan.
Alhamdulillah, ibu (juga bapak) mewarisi sifat Rahmaan dan Rahiim-Nya Allah SWT. Tak terpikir oleh mereka membuat tagihan untuk anak-anaknya. Yang ada justru keinginan memberi dan terus memberi. Seperti halnya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, cinta mereka¾dalam kapasitasnya sebagai manusia¾adalah “cinta tak bersyarat” atau unconditional love. Cinta mereka adalah “cinta walaupun”bukan”cinta karena”. Mereka mencintai anak-anaknya, “walaupun” anaknya tidak tahu terima kasih, sering menyakiti dan seterusnya.
Demikian besarnya jasa seorang ibu, Rasulullah SAW sampai menegaskan bahwa apapun yang diberikan seorang anak kepada orang tuanya tidak akan pernah cukup membalas budi baiknya. Betapa hebatnya pengorbanan Uways Qarni yang ratusan mil menggendong ibunya, sehingga dari jauh Rasulullah SAW dapat mencium bau kemuliannya. Namun, apa yang dikatakan Rasul? Walau Uways menggendong ibunya lebih jauh lagi, ia tidak akan pernah mampu membalas budi baiknya.
Itulah mengapa baik seorang anak kepada orangtua harus mencapai derajat ihsan. Ihsan ini lebih tinggi derajatnya daripada adil. Yaitu “hanya” memperlakukan orang tua seperti memperlakukan diri. Ihsan kepada orang tua artinya memperlakukan mereka lebih baik dari memperlakukan diri sendiri, memberi lebih banyak daripada apa yang harusnya kita beri, dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya kita ambil. Dalam Alquran, tak kurang dari lima kali Allah SWT memerintahkan kita berlaku ihsan kepada orangtua (QS 2:83, 4:36, 6:151, 17:23, 46:15). Padahal, dalam Alquran kata ihsan hanya disebutkan enam kali saja. Demikian ungkap Prof Quraish Shihab dalam tafsirnya.





Warisan Ibu
Tampaknya, tidak seorangpun yang menyangkal bahwa peran ibu teramat luar biasa dalam hidup kita. Namun, apakah kita tahu bahwa ibu-lah yang mewariskan terangnya dunia serta indahnya nada-nada bagi kita?
Teori terdahulu menyebutkan karakteristik dan sifat-sifat bawaan seorang anak diwariskan dari ibu bapaknya dalam proporsi 50-50. Namun penelitian biologi molekuler terbaru menemukan bahwa seorang ibu mewariskan 75 persen unsur genetiknya kepada anak. Sedangkan bapak hanya 25 persen. Karena itu, sifat baik, kecerdasan serta keshalihan seorang anak sangat ditentukan oleh sifat baik, kecerdasan serta kashalihan ibunya. Apa yang disabdakan Rasulullah SAW ternyata memiliki korelasi dengan fakta ini. Ketika seorang sahabat bertanya, mana yang harus diprioritaskan seorang anak, beliau pun menjawab, “Ibumu, ibumu, ibumu … lalu bapakmu.”
Dalam setiap sel manusia ada sebuah organela yang sangat strategis fungsinya. Organela ini dinamakan mitokondria. Organelnya berongga berbentuk bulat lonjong, selaputnya terdiri dari dua lapis membran, membran dalam bertonjolan ke dalam rongga (matriks), serta mengandung banyak enzim pernapasan. Tugas utama mitokondria adalah memproduksi kimia tubuh bernama ATP (adenosine tri phosphate). Energi hasil reaksi dari ATP inilah yang menjadi sumber energi bagi manusia.
Mitokondria bersifat semiotonom karena 40 persen kebutuhan protein dan enzimnya dihasilkan sendiri oleh gennya. Mitokondria adalah salah satu bagian sel yang punya DNA sendiri, selebihnya dihasilkan gen di inti sel. Yang menarik, mitokondria ini hanya diwariskan oleh ibu, tidak oleh ayah. Sebab, mitokondria berasal dari sel telur bukan dari sel sperma. Itulah sebabnya investasi seorang ibu dalam diri anak mencapai 75 persen.
Kita dapat berkata, inilah organela cinta seorang ibu yang menghubungkan kita dengan Allah serta kesemestaan. Tanpa mitokondria hidup menjadi hampa, tidak ada energi yang menggelorakan semangat hidup. Tanpa mitokondria kita tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, hingga akhirnya tidak bisa membaca. Allah SWT berfirman, Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam tubuh (nya) roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur (QS As Sajdah {32}: 9). Tanpa adanya adanya mitokondria di mata, kita akan buta. Tanpa adanya mitokondria di



Seperti halnya Allah Yang Maha pengasih dan Maha Penyayang, cinta mereka¾dalam kapasitasnya sebagai manusia¾adalah “cinta tak bersyarat” atau unconditional love. Cinta mereka adalah “cinta walaupun”bukan”cinta karena”.

Telinga, kita akan tuli. Sesungguhnya, kita menjadi “buta” dan “tuli”, boleh jadi karena ibu tidak ridha mewariskannya. Ridha seorang ibu adalah syarat datangnya kebahagiaan.
Maka jangan heran jika kontak batin antara ibu dan anaknya, walau terhalang jarak sejauh apapun, begitu kuat dan intens. Hal ini memperlihatkan adanya energi cinta yang menembus dimensi. Sebenarnya, teori superstring yang kita ambil dari ilmu fisika sedikit bisa menjelaskan hal ini. Beberapa tahun lalu, para ilmuan MIT yang tergabung dalam kelompok 18, menemukan sebuah supersimetri, yaitu sebuah persamaan matematika yang menciptakan ruang di alam semesta yang terdiri dari 57 bentuk di 248 dimensi. Konsep sepersimetri  menyebutkan, andai dunia ini dibagi-bagi seperti apapun, sebenarnya hanya satu titik. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan baru menemukan bahwa jarak itu tidak bisa membatasi jiwa dan ruh yang bersemayam di titik yang sama.
Kalau kita menggunakan konsep ini, maka dimana pun berada, hati seorang ibu selalu berada di titik yang sama. Karena itu, apa yang dirasakan anak dan apa yang dirasakan ibu, bioelektriknya berada di titik yang sama. Mitokondrianya sama sehingga titik pertemuannya pun sama. Dengan kata lain, perasaan seorang ibu kepada anaknya bagaikan perasaan ia terhadap dirinya sendiri.








LAUHUL MAHFUZH
KITAB YANG TERPELIHARA

Di sini kita dapat membayangkan, betapa perjuangan seorang ibu tidak hanya sebatas hamil, melahirkan, menyusui, merawat serta membesarkan anak-anaknya. Ibu pun harus mewariskan fungsi biologis yang sempurna agar kita dapat merasakan indahnya dunia. Sudahkah kita membalas cinta ibu?
Doa dari Syekh Muhammad Al-Hadhrami tampaknya layak kita renungkan, “Bacaan apa pun yang kami baca dan Engkau sucikan, shalat apa pun yang kami dirikan dan Engkau terima, zakat dan sedekah apa pun yang kami keluarkan dan Engkau sucikan serta kembangkan, amal saleh apapun yang kami kerjakan dan Engkau ridhai, maka mohon kiranya ganjaran yang Engkau anugerahkan kepada kami, bagian mereka hendaknya lebih banyak dari yang Engkau limpahkan kepada kami, serta perolehan mereka lebih berlipat ganda dari perolehan kami. Karena Engkau, ya Allah, telah berwasiat agar kami berbakti kepada mereka, dan memerintahkan kami mensyukuri mereka, sedangkan Engkau lebih utama berbuat kebajikan dari semua makhluk yang berbuat kebajikan, serta lebih wajar memberi dibanding siapa pun yang diperintahkan memberi.”


Sejauh ini, kita telah menyaksikan kesimpulan ilmu pengetahuan tentang alam semesta dan asal-usul makhluk hidup. Kesimpulan ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta dan kehidupan itu sendiri diciptakan dengan menggunakan cetak biru informasi yang telah ada sebelumnya

Kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan modern ini sungguh sangat bersesuaian dengan fakta tersembunyi yang tercantum dalam Alquran sekitar 14 abad yang lalu. Dalam Alquran, Allah menyatakan bahwa Lauhul Mahfuzh (kitab yang terpelihara) telah ada sebelum penciptaan jagat raya. Selain itu, Lauhul Mahfuzh juga berisi informasi yang menjelaskan seluruh penciptaan dan peristiwa di alam semesta.
Lauhul Mahfuzh berarti “terpelihara “ (mahfuzh), jadi segala sesuatu yang tertulis di dalamnya tidak berubah atau rusak. Dalam Alquran, ini disebut sebagai Ummul Kitaab (induk kitab), Kitaabun Hafiidz (kitab yang terpelihara), atau sebagai “Kitab” saja.
Lauhul Mahfuzh juga disebut sebagai Kitaabun Min Qabli (kitab ketetapan) karena mengisahkan tentang berbagai peristiwa yang akan dialami umat manusia.
Dalam banyak ayat, Allah menyatakan tentang sifat-sifat Lauhul Mahfuzh. Sifat yang pertama adalah bahwa tidak ada yang tertinggal atau terlupakan dari kitab ini:
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). “(QS Al An’aam [6]: 59).
Sebuah ayat menyatakan bahwa seluruh kehidupan di dunia ini tercatat dalam Lauhul Mahfuzh:
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. “(QS Al An’aam [6]:38).
Dari ayat yang lain, dinyatakan bahwa “di bumi ataupun di langit”, di keseluruhan alam semesta, semua makhluk dan benda, termasuk benda sebesar zarrah (atom) sekalipun, diketahui oleh Allah dan tercatat dalam Lauhul Mahfuzh:
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Alquran dari kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh).”(QS Yunus [10]: 61).
Segala informasi tentang umat manusia ada dalam Lauhul Mahfuzh, dan ini meliputi kode genetik dari semua manusia dan nasib mereka:
“(Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir: “Ini adalah suatu yang amat ajaib”. Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah (kami akan kembali lagi)?, itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kami pun ada kitab yang memelihara (mencatat).” (QS Qaaf [50]:2-4)
Ayat berikut ini menyatakan bahwa kalimat Allah di dalam Lauhul Mahfuzh tidak akan ada habisnya, dan hal ini dijelaskan melalui perumpamaan:
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)Nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi maha Bijaksana.” (QS Luqman [31]: 27)
Sejumlah kesimpulan ilmu pengetahuan modern tentang “informasi” berperan untuk membuktikan secara objektif siapakah yang benar dalam persetujuan yang telah berlangsung selama ribuan tahun. Perselisihan ini telah terjadi antara paham materialis dan agama. Pemikiran materialis menyatakan bahwa materi tidak memiliki permulaan dan tidak ada sesuatu pun yang ada sebelum materi. Sebaliknya, agama menyatakan bahwa Tuhan ada sebelum keberadaan materi, dan bahwa materi diciptakan dan diatur berdasarkan ilmu Allah yang tak terbatas.
Fakta bahwa kebenaran ini, yang telah diajarkan oleh agama-agama wahyu¾seperti Yahudi, Nasrani dan Islam¾sejak permulaan sejarah, telah dibuktikan oleh berbagai penemuan ilmiah, merupakan petunjuk bagi masa berakhirnya atheis yang sebentar lagi tiba. Umat manusia semakin mendekat pada pemahaman bahwa Allah benar-benar ada dan Dialah yang “Maha Mengetahui”. Hal ini sebagaimana pernyataan Alquran kepada umat manusia dalam ayat berikut:
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasannya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauhul Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah”. (QS Al Hajj [22]:70).

BERDOALAH DENGAN:
1.    Q.S 27 (An-Naml) ayat 50, yang berbunyi:
(#rãs3tBur #\ò6tB $tRös3tBur #\ò6tB öNèdur Ÿw šcrããèô±o ÇÎÉÈ
Artinya:
Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari.
2.    Q.S 27 (An-Naml) ayat 19, yang berbunyi:
zO¡¡t6tGsù %Z3Ïm$|Ê `ÏiB $ygÏ9öqs% tA$s%ur Éb>u ûÓÍ_ôãÎ÷rr& ÷br& tä3ô©r& štFyJ÷èÏR ûÓÉL©9$# |MôJyè÷Rr& ¥n?tã 4n?tãur žt$Î!ºur ÷br&ur Ÿ@uHùår& $[sÎ=»|¹ çm8|Êös? ÓÍ_ù=Åz÷Šr&ur y7ÏGpHôqtÎ/ Îû x8ÏŠ$t7Ïã šúüÅsÎ=»¢Á9$# ÇÊÒÈ
Artinya:
Maka dia tersenyum dengan tertawa Karena (mendengar) perkataan semut itu. dan dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah Aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang Telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah Aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh".


3.    Q.S 46 (Al-Ahqaaf) ayat 15, yang berbunyi:
$uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/ $·Z»|¡ômÎ) ( çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $\döä. çm÷Gyè|Êurur $\döä. ( ¼çmè=÷Hxqur ¼çmè=»|ÁÏùur tbqèW»n=rO #·öky­ 4 #Ó¨Lym #sŒÎ) x÷n=t/ ¼çn£ä©r& x÷n=t/ur z`ŠÏèt/ör& ZpuZy tA$s% Éb>u ûÓÍ_ôãÎ÷rr& ÷br& tä3ô©r& y7tFyJ÷èÏR ûÓÉL©9$# |MôJyè÷Rr& ¥n?tã 4n?tãur £t$Î!ºur ÷br&ur Ÿ@uHùår& $[sÎ=»|¹ çm9|Êös? ôxÎ=ô¹r&ur Í< Îû ûÓÉL­ƒÍhèŒ ( ÎoTÎ) àMö6è? y7øs9Î) ÎoTÎ)ur z`ÏB tûüÏHÍ>ó¡ßJø9$# ÇÊÎÈ
Artinya:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang Telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri".