Sabtu, 12 Maret 2011

makalah bahasa indonesia

MAKALAH
BAHASA INDONESIA

Disusun Untuk Memenuhi Nilai
Tugas Bahasa Indonesia




 










Disusun Oleh:
1.     Agustina Setyo U (1)
2.     Endah Sulistyani (10)
3.     Nurul Nur A.D (21)
4.     Riskha A.D (31)
5.     Handoko S.



SMA NEGERI 3 PATI
TAHUN PELAJARAN
2010/2011

DAFTAR ISI


Latar Belakang ………………………………………………………..
Pendahuluan …………………………………………………………..
Pembahasan …………………………………………………………..
I.       Ujian Akhir Satuan Pendidikan …………………………………..
A.    Ujian Negara ………………………………………………….
B.     Ujian Sekolah …………………………………………………
C.     Ebtanas dan Ujian Nasional …………………………………..
II.    Upaya Membenahi Ujian Nasional ………………………………
a.       Kekurangan yang sistematik dan masif ………………………
b.      Saran untuk Ujian Nasional …………………………………..
Penutup ………………………………………………………………..
Daftar Pustaka ………………………………………………………...



LATAR BELAKANG


Pelaksanaan ujian nasional/madrasah terjadi kecurangan. Kecurangan yang terjadi sudah dapat digolongkan kecurangan yang sistematik dan masif karena melibatkan banyak orang dan beragai bentuk. Latar belakang mereka yang berbuat curang lebih didorong keinginan membantu siswa. Kecurangan-kecurangan ini harus dicarikan solusi untuk menanggulanginya. Solusiyang dilakukan bukan membuat aturan ketat saja, tetapi harus membenahi manajemen masing-masing pihak yang terkait dengan ujian nasional. Pihak-pihak yang terkait ujian nasional adalah Departemen Pendidikan Nasional, BSNP, Dinas Pendidikan, sekolah/madrasah.

PENDAHULUAN


Pelaksanaan ujian nasional memancing pro dan kontra. Ketidaksetujuan pelaksanaan ujian nasional oleh beberapa orang yang membawa permasalahan tersebut sampai ke ranah hokum. Keadaan seperti ini hendaklah oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional sebagai pemicu dan pemacu untuk membenahi ujian nasional bukan hanya pada penyelenggaraannya di satuan pendidikan belaka tetapi lebih kepada bagaimana kegiatan ujian nasional itu dapat dikelola dengan baik mulai dari Pemerintah Pusat sampai di satuan pendidikan yang ditunjuk sebagai penyelenggara ujian nasional. Suatu organisasi dapat berjalan dengan baik jika organisasi itu dikelola dengan baik. Yang dimaksud pengelolaan dengan baik adalah pengelolaan suatu kegiatan dari sebuah organisasi dilaksanakan dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen secara tertib dan utuh. Sekecil apapun bentuk organisasi yang dibentuk, jika organisasi itu ingin berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara optimal dia harus melaksanakan prinsip-prinsip manajemen secara baik. Melaksanakan prinsip-prinsip organisasi dengan menerapkan fungsi organisasi berjalan secara optimal. Jika salah satu fungsi organisasi tidak berjalan dengan baik, akan berakibat timpang pergerakan organisasi itu yang pada akhirnya tujuan organisasi itu tidak dapat tercapai secara optimal.
Pemerintah telah membentuk kepanitiaan ujian nasional secara berjenjang dari pusat, daerah sampai kepada penyelenggara ujian nasional di tingkat satuan pendidikan. Sebagai panitia penyelenggara ujian nasional, pelaksanaan ujian nasional itu harus berpegang pada prinsip-prinsip manajemen untuk mewujudkan tata kelola kegiatan dengan baik. Fungsi-fungsi yang ada pada organisasi penyelenggara ujian nasional harus dapat berjalan dengan baik. Keberhasilan penyelenggaraan ujian nasional harus dapat berjalan dengan baik. Keberhasilan penyelenggaraan ujian nasional bergantung kepada apakah fungsi-fungsi organisasi yang ada itu dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen.
Pelaksanaan ujian nasional yang dilaksanakan selama ini belum memperoleh penilaian baik dari berbagai pihak. Hal ini terlihat dari banyak ketidakpuasan masyarakat baik di lingkungan pengelola pendidikan maupun masyarakat umum. Di lingkungan masyarakat pengelola pendidikan ditandai dengan adanya belum diakuinya nilai ujian nasional sebagai dasar penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi. Bagi masyarakat umum di luar pengelola pendidikan melihat kecurangan-kecurangan yang terjadi penyelenggarakan ujian nasional tersebut. Apalagi pada tahun 2009 yang lampau masyarakat dibuat terkejut oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) yang menyelenggarakan ujian ulang terhadap beberapa sekolah. Kejadian ini lebih menguatkan ketidaktertiban penyelenggaran ujian nasional. Memang banyak masalah yang perlu dibenahi dalam penyelenggaraan ujian nasional ini.

PEMBAHASAN


I.       Ujian Akhir Satuan Pendidikan
Ujian akhir satuan pendidikan sangat penting bagi para siswa yang akan mengakhiri proses pendidikannya di suatu sekolah. Jenis ujian ini digunakan untuk menilai pencapaian lulusan yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah tersebut. Dalam perkembangannya di Indonesia, ujian akhir satuan pendidikan mengalami berbagai perubahan kebijakan dan menggunakan istilah yang berbeda dari setiap kebijakan tersebut yakni (a) ujian negara, (b) evaluasi belajar tahap akhir, (c) ujian nasional. Perbedaan ketiga kebijakan di atas adalah sebagai berikut.
A.    Ujian Negara
Proses pendidikan di sekolah selalu diakhiri dengan kegiatan evaluasi. Di persekolahan kegiatan evaluasi itu sering disebut ujian. Sebagai komponen dalam proses pendidikan, evaluasi atau ujian di sekolah mempunyai kedudukan yang strategis, karena hasil ujian dapat digunakan sebagai umpan balik terhadap komponen yang lain, yaitu perencanaan proses pendidikan, kurikulum, manajemen sekolah, kompetensi guru, proses belajar mengajar, maupun sarana dan prasarana pendidikan. Disamping bermanfaat terhadap kepentingan sekolah, hasil ujian juga mempunyai manfaat bagi siswa, dan ujian juga mempunyai manfaat bagi siswa, dan orang tua. Karena mempunyai kedudukan yang strategis, maka oleh pemerintah pelaksanaan ujian nasional selalu dicari upaya-upaya untuk membenahi pelaksanaannya.
Sejak negeri ini berdiri bahkan dari zaman penjajahan Belanda, pelaksanaan ujian untuk mengukur keberhasilan siswa dalam mengikuti pendidikan di sekolah (suatu satuan pendidikan) selalu dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Ujian ini yang sering disebut dengan ujian negara. Ujian negara meliputi beberapa mata pelajaran, sedangkan mata pelajaran yang lain ujiannya diserahkan kepada sekolah. Seluruh kegiatan ujian negara suatu satuan pendidikan dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Pendidikan dan kebudayaan (sekarang dengan nomenklatur Departemen Pendidikan Nasional). Kegiatan yang dimaksud pada ujian negara meliputi: (a) pendaftaran peserta ujian, (b) peraturan yang berkaitan ujian, (c) pembuatan kisi-kisi ujian, (d) penulisan soal ujian, (e) penggandaan soal, (f) pendistribusian soal ujian, (g) pelaksanaan ujian, (h) pengoreksian pekerjaan peserta ujian, (i) pengumuman ujian, (j) pembiayaan ujian. Sekolah tidak mempunyai kewenangan apapun terhadap pelaksanaan ujian negra tersebut. Segala pekerjaan yang dilakukan guru, kepala sekolah dalam melaksanakan tugas berkaitan dengan ujian negara bukan mengatas namakan institusi sekolah yang bersangkutan tetapi merupakan representasi dari pemerintah pusat.
Pada waktu ujian dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pelaksana ujian negara dapat berjalan dengan baik, kecurangan dalam pelaksanaan ujian dapat ditekan dan dihindari, peserta ujian yang nilainya memenuhi criteria diluluskan dan siswa yang nilai ujiannya tidak memenuhi keriteria kelulusan tidak diluluskan. Masyarkat dapat menerima kenyataan bahwa ada siswa yang lulus ujian. Selain hal tersebut hasil ujian negara sangat dipercaya oleh masyarakat, instansi dan lembaga pendidikan baik pemerintah maupun swasta, serta baik di dalam negeri maupun luar negeri. Mereka tidak meragukan nilai hasil ujian negara tersebut, sehingga pada zaman itu seleksi penerimaan siswa baru maupun mahasiswa baru di perguruan tinggi. Demikian pula kantor, instansi atau badan baik swasta maupun negeri dalam merekrut pegawainya dengan mempertimbangkan nilai ujian negara. Jadi, pada ujian negara diberlakukan masyarakat merasakan (1) mutu pendidikan terjamin, bahkan mengalahkan Malaysia, (2) kinerja guru menjadi baik, (3) biaya sekolah murah, bahkan gratis, (4) nilai ujian negara dapat digunakan sebagai pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.
B.     Ujian Sekolah
Pemerintah selalu mencara cara untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sejak tahun 1970-an pada waktu Materi Pendidikan dan Kebudayaan dijabat oleh Mashuri, menetapkan kebijakan  yang cukup mengejutkan yaitu, bahwa ujian negara diganti menjadi ujian sekolah yang sering disebut evaluasi belajar tahap akhir (Ebta). Perubahan kebijakan penyelenggaraan ujian negara menjadi ujian sekolah diharapkan berdampak positif bagi satuan pendidikan (sekolah). Dampak positif yang diharapkan antara lain (a) sekolah dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki, (b) sekolah lebih bertanggung jawab terhadap program yang dibuatnya, (c) peningkatan mutu pendidikan karena criteria kelulusan ditentukan oleh sekolah yang bersangkutan (d) penentuan kelulusan lebih objektif dan holistik, (e) persaingan sekolah lebih kompetitif karena sekolah diberi kewenangan yang lebih luas, (f) kualitas pendidikan meningkat.
Dengan diberlakukannya ujian sekolah membawa konsekuensi bahwa ujian akhir yang biasanya dipegang oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dipindahkan kewenangan itu kepada sekolah (satuan pendidikan). Semua kegiatan dilaksanakan oleh sekolah secara murni, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penulisan soal ujian, pengoreksian pekerjaan peserta ujian, penentuan kelulusan merupakan kewenangan sekolah. Sedangkan pemerintah pusat hanya hanya menentukan kisi-kisi soal ujian, pedoman pelaksanaan, dan penentuan satuan pendidikan yang berhak melaksanakan Ebta. Sekolah yang tidak diberi kewenangan melaksanakan ujian, siswanya menempuh ujian di sekolah lain yang berhak melaksanakan ujian.
Setelah diberlakukan ujian sekolah, ada beberapa sekolah yang mutu pendidikannya dapat meningkat dengan cepatdan menjadi sekolah sekolah favorit yang menjadi pilihan utama masyarakat. Hal ini terjadi karena kebijakan ujian sekolah dimanfaatkan oleh pengelola untuk mengembangkan sekolahnya dengan sungguh-sungguh. Mereka menyusun program sekolah sesuai dengan kondisi objektif untuk menuju kepada pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan. Dengan cara seperti itu sekolah tersebut meninggalkan cara-cara lama, serta tidak selalu menunggu perintah dari pihak-pihak pembina sekolah. Irama kemajuan sekolah ditentukan sekolah sendiri termasuk capaian-capaian yang diinginkannya termasuk bagaimana mereka meluluskan siswanya. Penentuan criteria kelulusan ditentukan oleh sekolah. Golongan sekolah yang demikian ini dapat memanfaatkan kebijakan ujian sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk memperbaiki mutu lulusannya.
Namun tidak sedikit sekolah yang memanfaatkan kebijakan ujian sekolah itu untuk hal-hal yang tidak menunjang peningkatan mutu pendidikan. Mereka memanfaatkan kebijakan ini untuk meluluskan semus siswanya. Prestasi kelulusan 100% itu memang menjadi obsesi dan target semaksimal bagi kepala sekolah dan guru. Akan tetapi meluluskan 100% tanpa dilakukan dengan upaya-upaya yang tidak baik akan berakibat buruk terhadap kelangsungan sekolah. Cara-cara yang dilakukan guru dan tenaga kependidikan tidak terpuji antara lain (1) memanipulasi nilai hasil ujian sehingga para peserta ujian memenuhi criteria kelulusan, (2) pengawasan ujian yang tidak ketat, (3) Membocorkan ujian, (4) menetapkan nilai minimal setiap mata pelajaran yang diujikan pada waktu mengorksi pekerjaan ujian, (5) menyebarkan kunci jawaban. Mereka tidak menyadari bahwa apa yang dilakuaknnya itu akan menjadi boomerang terhadap kehidupan sekolah yang bersangkutan. Memang banyak sekolah yang meluluskan siswanya lulus 100%, tetapi jika dicermati dengan sungguh-sungguh kelulusan 100% setiap sekolah tidak berdasarkan mutu lulusan secara objektif.
Dampak diberlakukannya ujian sekolah, tetapi disvaritas mutu lulusan yang sangat lebar antara sekolah yang bermutu rendah sampai sekolah yang mutunya tinggi yang sama-sama meluluskan siswa 100%. Hal ini juga berakibat pada penafsiran nilai ujian yang diperoleh siswa. Nilai 6 yang diperoleh siswa dari sekolah satu mungkin setara kualitasnya dengan nilai 7 pada sekolah lain, atau mungkin setara dengan nilai 4 pada sekolah yang lain lagi. Kebijakan ujian sekolah dimanfaatkan oleh guru, tenaga kependidikan, dan pengelola sekolah untuk hal-hal yang bertentangan dengan usaha memperbaiki mutu pendidikan di sekolah.
Di samping dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak terpuji seperti limatindakan di atas, kebijakan ujian sekolah juga berdampak timbulonya ijazah  asli tetapi palsu, atau bahkan ijazah palsu. Kecurangan-kecurangan itu terjadi karena suatu kegiatan yang berkaitan dengan ujian dan proses pendidikan ditangani oleh sekolah. Kegiatan yang dimaksud adalah (1) soal ujian dibuat oleh sekolah sendiri, (2) pelaksanaan ujian dilakuakn sendiri, (3) ujian diawasi sendiri, (4) pekerjaan ujian dikoreksi sendiri, (5) criteria kelulusan dibuat sendiri, dan (6) penentuan kelulusan ditetapkan sendiri. Jadi, pelaksana, pengawasan, dan pengambilan keputusan dilakukan sendiri sehingga objektivitas ujian tersebut tidak dapat dijamin terutama sekolah-sekolah yang nakal.
Dampak lain yang ditimbulkan karena tindakan terpuji dari sekolah nakal merembet ke siswa, orangtua, dan masyarakat. Siswa tumbuh anggapan bahwa berapapun nilai ujiannya akan diluluskan sekolah karena nilainya akan diubah menjadi memenuhi criteria kelulusan. Demikian juga criteria kelulusan. Demikian juga orangtua siswa beranggapan bahwa sekolah akan meluluskan siswanya 100% karena nilai ujian merupakan kewenangan sekolah, dan sekolah yang tidak meluluskan 100% akan tidak diminati masyarakat, yang pada akhirnya sekolah itu akan bubar karena tidak mempunyai murid. Karena kenyataannya hamper semua sekolah lulus 100%, maka tumbuh anggapan di masyarakat bahwa sekolah sulit untuk tidak meluluskan para siswanya. Anggapan di atas berakibat secara psikologis pada siswa, orang tua siswa, dan masyarakat yang tidak dapat menerima kenyataan ada siswa yang tidak lulus ujian.

C.    Ebtanas Ujian Nasional
Setelah berjalan 10 tahun, masyarakat pemerintah merasakan bahwa mutu pendidikan kita semakin merosot, padahal upaya peningkatan mutu pendidikan melalui penataan guru, pembenahan kurikulum pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan terus dilakukan. Akhirnya pemerintah pada tahun 1980-an mengambil kebijakan baru, yaitu mengubah kebijakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (Ebta) menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) untuk mata pelajaran tertentu dan ujian sekolah untuk mata pelajaran lainnya. Kebijakan ini diambil untuk mengatasi kecurangan-kecurangan yang terjadi di sekolah yang mengakibatkan merosotnya mutu pendidikan.
penentuan nilai mata pelajaran yang di-ebtanaskan untuk menentukan kelulusan siswa ditempuh dengan cara merata-rata nilai murni Ebtanas dengan nilai semester 5 dan nilai semester 6 mata pelajaran yang bersangkutan. Pada kebijakan ini belum ditentukan batas kelulusan nilai murni Ebtanas yang diperoleh siswa. Penentuan kelulusan siswa pada kebijakan ini tidak menimbulkan reaksi bagi siswa, orangtua, dan masyarakat, karena sekolah masih dapat mengatur nilai semester 5 dan nilai semester 6, serta nilai ujian sekolah sehingga para siswanya dapat lulus ujian.
Sekalipun telah diberlakukan kebijakan baru dengan memberlakukan Ebtanas, masyarakat masih merasakan dan menilai pendidikan di Indonesia, pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional pada tahun pelajaran 2003/2004 mengubahkan pelaksanaan Ebtanas menjadi Ujian Nasional. Pada ujian nasional ada ketentuan bahwa penentuan kelulusan siswa juga ditentukan oleh nilai ujian nasional yang diperolehnya. Ujian nasional dilaksanakan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) yang bersifat independent. Karena soal ujian nasional, pemeriksaan pekerjaan ujian nasional, dan kelulusan siswa dilakukan oleh BNSP, banyak siswa yang tidak lulus bahkan ada sekolah yang jumlah siswanya tidak lulus mencapai 90%.

Melihat kelulusan ujian nasional dirasakan lebih sulit dibandingkan dengan ujian sekolah dan Ebtanas, timbullah upaya sekolah sekuat tenaga untuk dapat membantu siswanya supaya lulus ujian nasional. Upaya yang dilakukan sekolah ada yang positif dan ada yang negative. Upaya yang positif dilakukan oleh sekolah antara lain (1) membenahi proses belajar mengajar yang dilakukan guru, (2) menambah tambahan jam pelajaran bagi mata pelajaran ujian nasional, (3) menyelenggarakan uji coba ujian nasional untuk mata pelajaran tertentu. Sedangkan upaya yang negative antara lain, (1) membocorkan naskah ujian nasional, (3) mengatur tempat duduk siswa yang dikategorikan pandai untuk membantu siswa yang lain, (4) mempengaruhi pengawas ujian nasional untuk melonggarkar pengawasan, memberikan kunci jawaban ujian nasional.
Pemberlakuan ujian nasional bagi siswa SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK menimbulkan reaksi yang luar biasa oleh beberapa siswa, guru, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat. Reaksi itu bukan hanya berupa protes, demonstrasi saja tetapi sampai ke renah hokum.

II.    Upaya Membenahi Ujian Nasional
  1. Kecurangan yang sistemik dan massif
Telah diketahui bersama bahwa Departemen Pendidikan Nasional dan Badan Nasional Standar Pendidikan sebagai pelaksana ujian nasional berusaha untuk menertibkan pelaksanaan ujian nasional supaya tidak terjadi kecurangan. Kecurangan yang terjadi pada pelaksanaan ujian semakin lama semakin bertambah dan bervariasi bentuknya. Yang pada mulanya hanya menyebarkan kunci jawabn lewat anak-anak tertentu saja, sekarang menggunakan cara yang lebih tersamar, misalnya menempelkan kunci jawaban di dinding kamar mandi, tempat sampah, dan bahkan menggunakan kode-kode tertentu yang sudah disosialisasikan kepada siswa. Untuk mengatasi hal tersebut, BNSP sejak pelaksanaan ujian nasional tahun 2006 membentuk Tim Pemantau Independen di provinsi, kabupaten/kota dan di satuan pendidikan penyelenggaran ujin nasional yang dilakukan oleh perguruan tinggi. Akan tetapi cara yang ditempuh BNSP tersebut belum efektif, masih ada kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan ujian nasional.
Menurut data yang diperoleh Hadi Sunaryo, pengawas SMP/SMA Kabupaten Pati kecurangan-kecurangan ujian nasional dapat dilaksanakan oleh siswa, maupun sekolah/madrasah sebagai penyelenggaran ujian negara. Bentuk-bentuk kecurangan itu dimuat pada majalah SWA Media edisi 3 bulan September 2009. Bentuk kecurangan yang dilakukan peserta ujian pada waktu Ujian Nasional 2009 antara lain (1) kerjasama antarpeserta ujian, (2) mengirim pesan pendek berisi jawaban kepada sesame peserta ujian, (3) mencontek, (4) menuliskan catatan di meja, anggota badan atau tempat lain yang mudah digunakan dalam mengerjakan ujian, (5) menuliskan kunci jawaban pada tempat tertentu. Sedangkan kecurangan yang dilakukan sekolah adalah (1) sekolah/panitia memberi pengarahan siswa sebelum pelaksanaan ujian, secara diam-diam siswa diberi kunci jawaban kemudian siswa mencatat kunci jawaban di telapak tangan, di lengan atau di tempat lain; (2) menuliskan kunci jawaban di beberapa tempat yang disamarkan, misalnya di WC, kamar mandi, bak sampah, dinding kelas, kantin; (3) memberi pengumuman lewat pengeras suara tentang jawaban dengan disamarkan nama siswa yang berawal huruf sama dengan kunci jawaban, (4) menitipkan kunci jawaban kepada petugas pengedar daftar hadir pengawas, (5) menempelkan atau menuliskan jawaban pada tempat sampah, kemudian tempat sampah tersebut dipindah-pindahkan petugas lewat pintu depan, (6) mengirimkan pesan singkat berisi jawaban kepada peserta ujian, (7) menitipkan kunci jawaban kepada pengawas yang sudah didekati , (8) memberi lembar kunci jawaban saat pengawas mengobrol atau ke luar ruang ujian, (9) jika pengawas ketat, kunci jawaban dilempar dari luar oleh petugas, (10) mengatur tempat duduk menghadap tertentu kemudian panitia memberi komando, (11) memberi kodde menggunakan bunyi bel, ketukan, klakson sepeda motor tentang kunci jawaban.
Dintinjau dari pelakunya, kecurangan dalam pelaksanaan ujian negara bukan hanya dilakukan siswa saja, tetapi berdasarkan data diatas kecurangan dilakukan oleh guru, panitia ujian, kepala sekoalh. Berdasarkan berita surat kabar ada pejabat structural maupun pejabat politis mendorong terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional. Bentuk tindakan yang dilakukan sesuai dengan kewenangan mereka masing-masing. Misalnya, bupati, kepala dinas menyelipkan himbauan-himbauan tertentu kepada kepala sekolah/madrasah; kepala sekolah membentuk tim sukses ujian nasional, guru mengirimkan kunci jawaban lewat pesan pendek, pengawas melonggarkan pengawasan, kelompok kerja kepala sekolah membuat kesepakatan antar penyelenggara ujian nasional, para siswa saling membantu mengerjakan soal ujian nasional.
Berangkat dari data yang dipaparkan diatas, dapat ditengerai bahwa kecurangan yang sistemik dan massif karena kecurangan itu terjadi di semua tataran pengelola pendidikan dasar dan menengah, serta bentuk kecurangannya sangat beragam

  1. Kecurangan yang terjadi pada ujian nasional
Kecurangan yang terjadi pada ujian nasional bukan merupakan tindakan yang dating dengan tiba-tiba, tetapi merupakan akumulasi dari kesalahan manajemen yang berlarut-larut tanpa adanya usaha memperbaikinya. Sehubungan dengan hal tersebut, berikut ini akan dipaparkan beberapa saran perbaikan, kecurangan pendidikan kepada pemerintah kabupaten/kota sebagai berikut:
a.      Perencanaan
Dalam tataran perencanaan hendaklah (a) pemerintah kabupaten/ kota, Dinas pendidikan, sekolah/madrasah harus mempunyai Rencana Strategis (Renstra) jangka panjang (15 tahun), jangka menengah (5 tahun), dan jangka pendek (1 tahun); (b) masing-masing pihak membuat peta permasalahan mutu pendidikan, (c) penyusunan program yang objektif, inovatif, bermutu, sesuai kebutuhan peningkatan mutu pendidikan.
Disamping hal tersebut, pemerintah kabupaten/kota melalui Dinas Pendidikan dapat menyusun panduan dan petunjuk setiap kegiatan denga mengacu pelayanan prima di bidang pendidikan.
b.      Pengorganisasian
Perencanaan yang baik, jika tidak diikuti dengan pengorganisasian yang baik tidak akan memperoleh hasil yang baik. Penyakit yang sering timbul menyertai pelaksanaan fungsi pengorganisasian pada umumnya terjadi karena ketidaktahuan aturan, arogansi, atau motif lain. Pengorganisasian menduduki fungsi yang sangat penting dan strategis karena pada fungsi ini menyangkut hal (a) penentuan bagan dan pembagiannya, (b) penentuan wewenang dan pembagiannya, (c) rentang manajemen, (d) pembagian keputusan, (e) komunikasi, (f) koordinasi. Sehubungan dengan hal tersebut, kami sarankan kepada bupati/walikota, Dinas pendidikan, kepala sekolah/madrasah dalam pelaksanaan fungsi pengorganisasian antara lain (1) tunjuklah orang yang tepat menduduki jabatan tersebut, (2) hargai pengalaman kerja da prestasi, (3) cermati kualitas pribadi dan integritasnya, (4) tentukan rentang kendali secara tepat setiap jabatan, (5) lakukan
c.       a
  1.  
III. a

1 komentar: